We Help Ourselves – Penanganan Adiksi di Australia
Saat ini saya sedang berada di Sydney Australia untuk belajar mengenai penanganan terapi rehabilitasi NAPZA. Penanganan kecanduan Napza di Australia sudah ditangani cukup baik. Mereka juga berawal dari trial and error dalam jangka waktu yang cukup lama. Perjuangan untuk mengatasi permasalahan kecanduan Napza di Australia sudahh dimulai semenjak dekade 70an. Mirroring dengan kondisi Indonesia pada saat ini sepertinya kita ketinggalan antara 30-40 tahun. Tapi saya tetap optimis bahwa ketertinggalan itu masih bisa dikejar dengan cepat.
Karena study ini dibayari oleh negara, maka saya harus share hasil study ini kepada masyarakat Indonesia, he he he,…
Selamat menikmati :
A. Informasi Pendahuluan
1. Sejarah awal berdirinya WHOs
1979:
Lokasi rehabilitasi sangat jauh dari kota, sekitar 2,5 jam dari kota terdekat (kurang lebih sama dengan posisi Lido pada saat ini). Tempat ini terisolasi dan jauh dari mana mana. Program berjalan selama 18 bulan dengan keseluruhannya rawat inap (institusional). Pada saat itu didapatkan angka relaps sebanyak 95%. Sedangkan. Setelah menjalani pemulihan selama 18 bulan, kemudian klien masuk ke dalam Narcotic Anonymous (NA) yang berada di sekitar masyarakat dan di kota yang lokasinya berjauhan.
1986:
Dilakukan pengurangan durasi layanan rawat inap yang tadinya 18 bulan menjadi 12 bulan, kemudian untuk mengatasi masalah jarak dibuatlah beberapa halfway house yang berada di kota. Klien akan dirujuk ke halfway house untuk menjalani rehabilitasi selama 6 bulan yang lokasinya berdekatan dengan lokasi mereka tinggal. Setelah 18 bulan kemudian (12 bulaan rawat inap dan 6 bulan halfwayhouse) klien akan masuk ke NA. Tingkat relapse pada saat itu diketahui turun menjadi sekitar 80%.
1996:
Layanan rawat inap kembali dikurangi menjadi 6 bulan dan klien kemudian dirujuk ke halfway house yang saat itu sudah menjadi lebih banyak. Relapse rate turun menjadi 75%. Klien tetap sama masuk ke NA setelah program, namun klien sudah dikenalkan kepada NA sejak hari pertama klien mengikuti program rawat inap. Artinya klien akan mengikuti NA baik yang di dalam tempat layanan maupun diantarkan menuju NA yang ada di masyarakat untuk bisa mengikuti NA meeting.
2010:
Layanan rawat inap kembali dikurangi lagi menjadi 4 bulan. Pada 4 bulan tersebut klien hanya mengerjakan masalah yang berhubungan dengan personal. Setelah problem personal selesai maka klien akan masuk ke tahapan dua bulan berikutnya yang bisa berupa 2Â bulan fase stabilisasi atau 2 bulan fase transisi. Pada fase transitional juga diajarkan pre-employment skills. Karena adanya fase transitional inilah yang membuat klien menjadi lebih senang untuk tinggal di layanan rehailitasi karena memiliki kesempatan untuk mengembangkan skills nya lebih baik. Kemudian ada beberapa halfway house yang dibentuk di luar institusi. Halfway house yang terbentuk sudah semakin banyak. Sedangkan pada saat yang bersamaan klien sudah dikenalkan dengan NA pada hari pertama memasuki institusi. Saat ini relapse rate diketahui semakin turun menjadi 50%.
Minimum 5 NA meetings seminggu harus diikuti oleh setiap klien, sehingga klien yang berada di komunitas dan di masyarakat tetap akan mendapatkan layanan yang sama setelah keluar dari institusi atau tempat rehabilitasi.
Tidak ada lembar khusus yang digunakan untuk memonitor kehadiran klien di NA. Namun berkat adanya sistem buddies yang kuat maka setiap klien akan mengetahui siapa yang hadir dan siapa yang tidak, sehingga perhitungan kehadiran tidak dihitung inddividual, namun dihitung kelompok.
Di WHOs minimal umur yang bisa masuk adalah 19 tahun. Untuk umur 18 tahun ke bawah ada program sendiri di Australia ataupun di banyak negara.
Terapi berbasis komunitas (Therapeutic community = TC) di Amerika dan di Australia agak berbeda. Dan memang sebaiknya model model di tiap negara juga harus berbeda, begitu juga dengan model TC yang dikembangkan di Indonesia. Sebuah layanan TC seharusnya disesuaikan dengan model kultur yang ada di suatu negara termasuk untuk pengembangan layanan berbasis masyarakat yang sebaiknya juga dikembangkan model layanan sesuai dengan model kultur dan budaya yang ada di Indonesia.
Sebuah program dikatakan sukses jika ada sebuah model aftercare yang baik. Di sydney akhirnya mulai muncul banyak NA yang bergerak bebas sendiri dan tidak berhubungan dengan treatment centre. Sehingga jika seseorang discharge dari TC maka dia akan tetap mendatangi NA.
Intinya adalah membentuk sayap di layanan yang paling dasar dan berbasis komunitas sehingga menjadi kepanjangan tangan dari TC. Dengan banyaknya NA akhirnya durasi dari layanan di TC bisa dikurangi dan memperbanyak layanan di NA.
Pada hari petama seseorang mendatangi TC sudah diinformasikan tempat layanan NA, sehingga jika seseorang memutuskan untuk relapse atau berhenti maka dia masih dapat mengakses layanan terapi yang berbasis NA.
Bagian dari program adalah untuk ikut NA meeting setiap hari. Sehingga setiap hari seorang klien akan keluar untuk ikut NA. Namun tidak ada keamanan dan security di layanan. Meskipun klien dibiarkan bebas keluar masuk, namun tidak ada klien yang kabur keluar. Semua klien yang keluar untuk menjalankan program pasti akan kembali lagi walaupun tanpa ikatan security.
Pada awalnya WHOs adalah sebuah rumah sakit jiwa. Pada paradigma RSJ, pasien masuk untuk disembuhkan. Sedangkan di filosofi TC dan WHOs, semua klien akan menolong diri sendiri dan menolong sesama pasien. Semua program yang akan dijalankan didiskusikan dengan klien, sehingga klian lah yang menentukan program yang akan dijalankan untuk mereka.
Komponen medis dan komponen psikososial walaupun terintegrasi namun merupakan dua hal yang berbeda. Untuk membantu kebutuhan psikososial akan dilakukan oleh para klien sendiri, sedangkan untuk kebutuhan medis tetap diperlukan sebuah komponen medical lain yang akan men support psikososial program.
Banyak pemahaman yang salah di banyak negara, yaitu pemahaman antara substance use dan substance dependence. Di Australia fokusnya adalah pada mengatasi permasalahan substance dependence.
2. Layanan Harm Reduction
Dampak dari NAPZA terhadap IDU termasuk hepatitis C dan HIV, untuk itu WHOs menyediakan safe kit di tempat rehabilitasi.
Di dalam safe paket terdapat
- NA list, yang berisi daftar alamat dan jadwal pelaksanaan NA ameeting di komunitas dan masyarakat
- 3 buah alat suntik
- 3 buah Kondom
- 3 buah Lubrikan
- Informasi penggunaan jarum
- Bandage
- Water
- Steril wipes
- Informasi mengenai CPR (klien mendapatkan sertifikat cpr setelah pelatihan cpr)
Pada prinsip nya di whos tidak dibolehkan menggunakan drugs namun kemungkinan penggunaan NAPZA masih terjadi walaupun hanya kurang dari 1%. Jika klien merasa akan menggunakan drugs maka bisa berbicara kepada peers atau konselornya
Bagi pengguna NAPZA yang tidak ingin drug free masih difasilitasi dengan banyaknya NA meeting di komunitas dan masyarakat.
Jika seseorang ingin abstinen, maka staf akan memastikan bahwa klien tidak mendapatkan infeksi lainnya.
Positioning antara tiga kondisi pecandu:
- Pecandu yang masih ingin menggunakan drug dan belum ingin drug free, berarti menggunakan layanan harm reduction
- Pecandu yang masih ingin menggunakan drug namun ingin memperbaiki kualitas hidupnya, berarti menggunakan layanan maintenance
- Pecandu yang ingin drug free, berarti harus masuk Tc combined dengan NA
Prinsip berikutnya adalah: kemungkinan relaps pasti tinggi, untuk itu perlu dipersiapkan dan direncanakan apa yang bisa dilakukan oleh klien dan lembaga jika seseorang memutuskan untuk relapse.
Jika masuk ke dalam rehabilitasi masih memerlukan compulsary maka hanya akan bisa berhasil jika disediakan dukungan halfway dan NA dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Kebanyakan klien masuk karena program diversi, sehingga kemungkinan memang tidak memiliki kemauan untuk recovery pada awalnya. Namun dengan dukungan aftercare yang baik maka kemungkinan relapse nya menjadi lebih kecil.
Jika klien tidak memilih untuk drug free maka, WHOs akan memberikan pilihan untuk:
- Edukasi tentang CPR
- Edukasi infection control
- Informasi tentang IV site
- Layanan Methadone
- LJASS
- dan informasi lainnya untuk menghindari infeksi HIV, hepatitis dan infeksi lainnya
B. Struktur Layanan
Di WHOs terbagi menjadi empat komponen atau divisi besar, yaitu:
- New Begining : untuk rehabilitasi pada perempuan
- GUNYAH : untuk rehabilitasi pria
- RTOD (residential treatment of opioid dependence) : untuk perawatan pada pasien rumatan opioid, terutama rumatan methadone dan buphrenorphine
- MTAR (methadone to abstinence rehabilitation) : untuk detoksifikasi dan rehabilitasi methadone atau buphrenorphine
Hal yang baru dan merupakan sebuah breakthrough bagi pelaksanaan drug treatment di Indonesia adalah adanya MTAR dan RTOD, karena selama ini pelaksanaan stabilisasi pasien methadone masih sepenuhnya dilaksanakan oleh pengampu di Puskesmas atau RS. Sedangkan di Indonesia saat ini tidak tersedia fasilitas yang secara langsung memfasilitasi rehabilitasi pasien-pasien methadone atau buphrenorphine.
Masing masing komponen terpisah dan mempunyai kebijakan yang dikoordinasikan oleh kantor administrasi WHOs yang masih terletak pada tempat yang sama.
Selain di Sydney, WHOS juga memiliki cabang di dua tempat lain yang memiliki layanan yang hampir sama, yaitu di Hunter Valley (Newcastle) dan di Najara (Sunshine Coast). Pada job placement kali ini juga dilakukan training di Hunter Valley yang berjarak 2 jam dari Sydney.
C. Orientasi di New Beginning dan GUNYAH
New Beginning adalah program terapi residensial yang telah berevolusi dari layanan TC tradisional perempuan kepada layanan yang berfokuskan kepada pemenuhan kebutuhan khusus pada perempuan. Ini adalah layanan bagi perempuan dan dijalankan secara eksklusif oleh perempuan.
Sedangkan GUNYAH adalah layanan residential berbasis TC yang ditujukan untuk klien laki-laki.
Layanan ini didanai oleh Departemen Kesehatan NSW, WHOs, sumbangan dan kontribusi klien.
Program New Beginning dan GUNYAH beroperasi secara terpisah dari WHOs. Tujuannya adalah untuk menyediakan lingkungan yang nyaman dan aman agar perempuan yang mempunyai masalah penyalahgunaan NAPZA dan masalah yang terkait dapat berkonsentrasi pada pemulihan mereka. Tugas kelompok dan konseling individual disediakan dan diklasifikasikan menurut jenis obat dan tingkatan kecanduan alkohol dan disesuaikan dengan kebutuhan khusus perempuan untuk New Beginning.
New Beginning dan GUNYAH adalah sebuah program pemulihan kecanduan Napza yang berdurasi selama tiga sampai enam bulan dan terdiri dari program kerja kelompok, konseling, dukungan kesehatan perempuan dan pendidikan, manajemen stres dan pengembangan keterampilan. Tugas kelompok meliputi topik seperti masalah hubungan, orangtua, keterampilan sosial dan komunikasi, keterampilan ketegasan dan pengaturan batas.
Di New Beginning dan GUNYAH juga menyediakan pendidikan HIV dan penyakit infeksi lainnya dan mengadopsi pendekatan harm reduction termasuk penyediaan layanan outreach dan pertukaran jarum dan alat suntik steril. New Beginning juga menyediakan akses ganda untuk kegiatan luar seperti pertemuan mandiri (NA), pusat kesehatan perempuan, jasa hukum dan kesejahteraan, TAFE dan kegiatan pendidikan lainnya serta berbagai program latihan seperti yoga dan Tai Chi. Â Akhir pekan adalah waktu untuk kegiatan rekreasi dan relaksasi.
Struktur New Beginnging sama dengan struktur GUNYAH. Latar belakang klien antara New Beginning sebagian besar berbeda. Pada klien dii GUNYAK sebagian besar merupakan rujukan kasus-kasus hukum atau pengadilan. Namun pada New Beginning sebagian besar rujukan berasal dari social welfare dan rata-rata mempunyai masalah dengan pengasuhan anak.
Interaksi laki dan perempuan sangat sedikit dan dibatasi. Ada interaksi namun hanya terbatas di kafetaria.
WHOs dan New Beginning juga mengalami kesulitan yang sama dengan rehabilitasi di Indonesia dalam mengakses klien perempuan. Sebagian besar klien juga mengalami gangguan mental dan dual diagnosis. Sehingga diperlukan stabilisasi dari unsur medikasi psikiatri terlebih dahulu baru kemudian bisa mengikuti treatment lebih lanjut. Meskipun dengan dual diagnosis tetapi tetap mengikuti program yang sama. Mungkin perlu rujukan terlebih dahulu ke Rumah Sakit jika ternyata didapatkan kasus schizophrenia yang berat.
Struktur di dalam TC dikenal adanya resident, staf dan external support. Point nya adalah bagaimana membawa pola kerja di dalam TC ke dalam wider community atau masyarakat yang lebih luas.
“THE TREATMENT IS THE COMMUNITY”
“THE COMMUNITY IS THE TREATMENT”
Ada prinsip role model yang menjadi salah satu dasar kekuatan dari TC. Klien akan belajar dari role modelnya dan role model juga belajar untuk menjaga tetap menjadi role model. Ada prinsip konkruensi yang harus dipahami oleh setiap staf. Dengan demikian sangat perlu untuk menggabungkan keterlibatan antara staf dengan klien maupun antara klien (peer support) sebagai sebuah terapi.
Treatment sendiri seharusnya multi dimensi, melibatkan:
- Terapi
- Edukasi
- Pengembangan nilai dan skill
Sistem rewards and punishment harus relevant dengan kesalahan yang diperbuat. Misalnya seseorang terlambat bangun, maka hukumannya adalah dengan membangunkan semua staf dan klien selama 2 minggu. Yang terjadi selama ini adalah hukuman yang tidak relevan, misalnya terlambat bangun tapi dihukum dengan membersihkan wc dan toilet selama seminggu (ini hukuman fisik yang biasa dikenal di TC model amerika dan banyak diterapkan di Indonesia).
D. Orientasi di MTAR
Latar belakang MTAR
Methadone to Abstinence Residential (MTAR) adalah layanan pemulihan bagi klien yang telah menjalani program rumatan methadone dan memutuskan untuk abstinensia.
Layanan ini pertama kali dibentuk pada tahun 1999 dan merupakan MTAR TC pertama di Australia. Awalnya berada di Lidcombe dan sekarang berada di Surry hills dan Redfern.
Idenya awal pembentukan MTAR adalah tidak adanya exit strategy terhadap peserta MMT. Pada saat itu (1999) di Ausralia terdapat sekitar 25ribu peserta MMT.
Layanan MTAR yang baru saat ini mengadopsi gender specific program.
Program berlangsung antara 4-6 bulan dan merupakan modifikasi dari TC tradisional.
Tujuan dari program ini adalah drug free dan dengan menyertakan strategi-strategi harm reduction.
Tentang MTAR :
Layanan ini memiliki fasilitas 24 bed dan 8 diantaranya merupakan female bed. Merupakan salah satu komponen yang menyediakan layanan rehabilitasi methadone untuk menjadi abstinensia. Sebelum masuk ke dalam layanan ini klien akan dilakukan assesment agar diketahui apakah klien sedang dalam terapi lain selain methadone, misalnya ART, TB atau interferon.
Jika terdapat klien yang relapse maka klien akan kembali melalui re intake dan masuk kembali ke dalam fasilitas pertama untuk re assesment ulang dan klien bisa memutuskan untuk memilih layanan apa yang sesuai, apakah TC (New Beginning atau GUNYAH) atau layanan lainnya.
Proses penurunan dosis methadone dilakukan dalam 2-4 minggu pertama, kemudian dilakukan tahapan stabilisasi yang bisa dilakukan antara 3-6 bulan. Setelah mengalami tahapan stabilisasi di MTAR, maka klien sudah diarahkan untuk menjalani terapi komunitas di luar (NA).
Methadone tidak diresepkan di tempat ini, namun setiap pagi setelah morning session, semua klien dibawa dengan bus ke sebuah klinik methadone untuk mendapatkan dosing atau penurunan dosis. Hal inisebenarnya cukup merepotkan, karena berdasarkan regulasi dari pemerintah NSW bahwa methadone hanya boleh diberikan pada layanan berbasis klinik atau Rumah Sakit. Awalnya layanan MTAR berada di sebelah klinik methadone, setelah layanan ini pindah ke Rozelle kondisi ini menjadi penyulit bagi pemberian dosing methadone. Namun dengan advokasi yang dilakukan hanya selama enam bulan, tahun 2011 layanan methadone sudah dapat disediakan di MTAR.
Konklusi program
Angka keberhasilan klien dalam menyelesaikan programnya adalah sebesar 71%, artinya sebagian besar klien bisa mempertahankan kondisi abstinensia dan drug free sampai di masyarakat.
Sekitar 46% klien murni abstinen dari alkohol dan obat-obatan lainnya dan lebih dari setengah dari kelompok ini tetap abstinen sampai sekarang.
Pada kelompok yang total abstinen didapatkan peningkatan fungsi sosial yang signifikan dan distress psikologis yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak murni abstinensia.
E. Orientasi di RTOD
RTOD adalah layanan yang disediakan oleh WHOs dan didanai oleh Departemen Kesehatan. Didirikan pada tahun 2009 dan menggunakan TC yang dimodifikasi. Model layanan ini ditujukan untuk membantu dalam proses stabilisasi.
Ditujukan pada pengguna terapi rumatan opiat yang tidak mampu menjaga stabilisasi di komunitas nya. Program ini ditujukan diantaranya untuk stabilisasi guna mendapatkann dosis yang ideal, me-manage penggunaan polydrug, dan mengatasi masalah masalah mental, fisik dan psikososial. Program ini berfokus pada harm reduction dan tidak memfasilitasi withdrawal atau dosing dari dosis opiat.
Intinya adalah untuk memaksimalkan tahapan stabilisasi pada klien rumatan opiat. Namun tidak bertujuan untuk abstinensia. Sehingga konsepnya adalah STABILISASI.
WHOs RTOD menyediakan:
- Layanan kepada pria dan wanita diatas 18 tahun
- Klien harus berada dalam terapi rumatan opiat
- Menyediakan layanan 30-90 hari residential
- Ada akses kepada transitional house
- Dispensing Methadone atau Buprenorfin – tanpa biaya
- Layanan kesehatan mental & akses untuk mendukung psikiatri guna membantu tahapan stabilisasi
- Program Terapi Sukarela (Modified TC)
- Integrasi strategi dan program harm reduction
- Dukungan Aftercare dan layanan outreach
- Akses kepada layanan hukum, kesejahteraan, pekerjaan rumah, dan layanan dukungan keluarga
F. Orientasi di Hunter Valley
Hunter valley adalah sebuah kota kecil bagian dari Newcastle dengan inhabitants sebanyak 20.000 orang.
Kebanyakan drugs yang beredar di daerah rural termasuk Newcastle adalah methampthetamin.
TC di hunter valley yang berjarak sekitar 2 jam dari Sydney, mempunyai kapasitas sebanyak 30 resident. Antara resident pria dan wanita dalam satu bangunan dan tidak ada pemisah. Aktifitas pun dilakukan bersama sama. Yang membedakan adalah semua residen mempunyai kamar sendiri.
Sama seperti pelaksanaan TC di Rozelle, di Hunter Valley juga mengadopsi strategi harm reduction dimana di setiap toilet terdapat kondom dan disposal container.
G. Wrap up session dengan Garth Popple
Framework dari national drug strategy adalah: harm minimization yaitu supply reduction (oleh police, custom, NGO, judge, research, school asc), demand reduction (drug treatment, methadone, research, school dan semua yang berorientasi treatment) dan harm reduction (national university, biro statistik)
Disadari bahwa tidak mungkin mengurangi blood borne virus transmision hanya dengan supply reduction saja. Sedangkan di satu sisi angka kasus HIV dan hepatitis C semakin meningkat.
Semenjak 1996 sudah ada LJASS di WHOs yang terintegrasi dengan rehabilitasi Napza, namun fakta yang menarik adalah:
- Semakin sedikit orang yang keluar dari rehabilitasi
- Tidak ada bukti peningkatan idu dan peningkatan frekuensi menggunakan jarum suntik.
- Tidak ada peningkatan penggunaan safety kit.
- Tidak ada laporan blood borne virus infection dari disposal.
Beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi NAPZA, diantaranya :
- Rehabilitasi atau TC seharusnya mendorong orang untuk datang ke masyarakat dan komunitas (NA), tidak jutstru menutup akses kepada NA dan menciptakan barier kepada layanan lain di luar layanan rehabilitasi.
- Family support group, selalu diadakan setiap fase. Jika tidak ada family maka bisa didekatkan oleh buddies atau teman dekatnya.
- Rehabilitasi atau TC harus mendorong terbentuknya NA karena seiring dengan bertambah besarnya NA justru akan semakin memperkuat layanan pada tempat rehabilitasi atau TC. Dengan semakin besarnya layanan institusional maka referal ke NA juga akan semakin besar. Hal ini merupakan hubungan timbal balik yang akan saling menguatkan
- Pada fase awal dimulainya program rehabilitasi pengguna NAPZA di Australia, program tersebut hanya berfokus pada abstsinensia saja. Kemudian didapatkan fakta bahwa harus ada infection control yang baik sehingga perlu juga dikembangkan program Harm Reduction (HR). Setelah adanya kebijakan tersebut maka emua layanan pemulihan NAPZA akhirnya berfokus pada HR, termasuk semua yang berbasis TC dan semua program berbasis abstinensia. Ada posisi tengah antara program abstinen yang berjalan sendiri dengan program HR. Namun secara realistis tidak hanya perlu program abstinensia semata dengan relapse rate yang tinggi, sehingga diperlukan kolaborasi antara dua layanan baik HR ataupun layanan rehabilitasi (dengan berbagai model baik TC maupun abstinensia).
- Untuk memberikan informasi ttg HR di sarana rehabilitasi tidak membutuhkan biaya yang terlalu mahal.
- Fokus yang dilakukan oleh layanan rehabilitasi adalah lebih penting untuk mengendalikan infeksi dibandingkan jika seseorang drug free atau tidak.
- Pada saat pertama kali treatment biasanya sekitar 60-70% klien akan relapse, sehingga WHOs berkomitmen untuk mempersiapkan sumber daya yang ada untuk mengatasi relapse pada 70% klien. Sehingga diperlukan adanya pendidikan tentang penyakit infeksi, penyediaan kondom, jarum dan alat suntik, pelatihan CPR dan hal hal yang perlu diketahui jika klien relapse.
- Semua program di australia adalah voluntary, sehingga sudah pasti keterlibatan masyarakat akan tinggi.
Silakan download file presentasinya di bawah ini :
[dm]9[/dm]
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid