Teknik Persuasi

Persuasi adalah salah satu bentuk social influence. Dengan memiliki teknik persuasi yang baik dijamin Anda akan memiliki social influence yang baik pula. Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, secara tidak disadari merupakan bakat alamiah manusia yang diciptakan dengan kemampuan akal yang lebih tinggi. Manusia bisa survive dengan modal kemampuan persuasi yang dimilikinya. Cerita di bawah ini akan coba menggambarkan salah satu contoh penggunaan teknik persuasi.

Mungkin tidak banyak yang kenal dengan istilah Teknik Persuasi Door in The Face. Cara ini sebenarnya merupakan teknik yang mengedepankan aspek timbal balik. Hubungan resiprokal antara manusia masih dihargai dalam teknik ini. Bahasa gampangnya begini :

Jika Anda menginginkan sebuah permintaan B, salah satu cara untuk meningkatkan kemungkinan persetujuan terhadap permintaan B adalah dengan pertama-tama mengajukan permintaan A yang lebih besar. Mengajukan permintaan A pada dasarnya adalah sama dengan mengajukan permintaan B, kecuali dikarenakan besarnya permintaan A dan hampir tidak mungkin untuk dipenuhi.  Permintaan A sudah pasti akan ditolak. Setelah terjadi penolakan segera ajukan permintaan B. Secara statistik kemungkinan untuk dikabulkannya permintaan B adalah 95%. Hal ini sangat efektif karena norma-norma sosial menentukan bahwa suatu konsesi harus ditukar dengan sebuah konsesi lain. Dengan membiarkan permintaan A ditolak, maka Anda telah memberikan sebuah konsesi. Oleh karena itu orang yang sedang Anda persuasi harus merespon dengan memberikan suatu konsesi lain yaitu memenuhi permintaan B yang lebih kecil.

Metode door in the face ini terdiri dari dua langkah :
Langkah pertama : membuat permintaan besar (ini akan memunculkan sebuah jawaban “Tidak!!!”)
Langkah kedua : siapkan permintaan yang sebenarnya, dan permintaan ini derajatnya harus lebih kecil (ini akan memunculkan jawaban “Ya!!”)

Anak-anak menggunakan teknik ini dengan sangat baik. Apalagi saat mereka menginginkan untuk dibelikan sebuah mainan, misalnya mobil-mobilan remote control seharga 300ribu. Untuk mendapatkan itu, dia akan membuat permintaan yang lebih besar, misalnya dengan merengek untuk dibelikan PS3 seharga 3 juta. Orang tua sudah diperkirakan akan menolak permintaan untuk membelikan PS3. Namun anak akan mengatakan, ya udah kalau nggak mau beliin PS3 berarti bisa beliin mobil-mobilan RC yang cuman 300ribu doang. Respon orang tua terhadap permintaan yang terlihat sepele itu tentunya sangat jelas dibandingkan jika si anak langsung meminta dibelikan mobil RC dengan nominal 300ribu.

Biasanya jika ada yang sedang mempergunakan teknik ini tidak akan banyak diketahui oleh orang lain. Anak kecil tadi tentunya tidak akan bercerita kepada ayah ibunya maupun kakak adiknya bahwa dia sedang “membidik” untuk dibelikan mobil RC. Mungkin kakaknya yang lebih dewasa akan berpikiran “rese amat sih ini anak minta dibeliin mainan yang mahal-mahal (3juta kan mahal untuk mainan anak-anak).” Si Kakak nantinya akan berpikiran negatif terhadap si adik, padahal adiknya sedang melancarkan teknik persuasi dan advokasi tingkat tinggi. Kemungkinan akan terjadi diskursus disini. Dan kalau sering-sering dipakai justru tidak akan timbul hubungan resiprokal yang diharapkan.

Dalam hal isu legalisasi ganja, teknik ini sepertinya dipakai oleh LGN. Lho kok bisa? Ini hanya analisa saya yang sok tau tentang perkembangan isu legalisasi ganja. Pengamat yang sok tau, he he he,… Isu pertama yang dilemparkan adalah isu legalisasi ganja, tentu saja akan ditolak. Selain karena undang-undangnya berbicara lain, kultur masyarakat manapun pasti akan langsung menolak. Kemudian muncul permintaan kedua, ya udah deh kalau nggak bisa legalisasi ganja tolong deh ganja jangan dimasukin ke narkotika golongan satu, tolong dipindahin ke golongan dua. Begitu kurang lebih idenya,…. (Sotoy banget deh gue…Ha ha ha).
Yang bahaya adalah bagi orang yang tidak tahu apa-apa. Hanya dimanfaatkan oleh pihak provokator pelempar isu. Dan orang-orang yang dengan gampang dicucuk hidungnya ini jumlahnya banyak sekali. Ikut-ikutan sebuah isu tanpa mengetahui isu apa yang sebenarnya sedang diusung. Memang benar bahwa dalam pasal 28 Undang Undang Dasar 1945, negara telah memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi warga negara untuk berpendapat. Namun warga negara juga berhak untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya. Jadi silakan saja berdebat dan saling memberikan informasi. Saling terbuka pikirannya jangan saling berusaha mempengaruhi. Berdebat secara sehat dan produktif. Jangan sampai hilang perkawanan gara-gara perbedaan pendapat. Justru kita akan banyak belajar dari diskursus ini. Bukalah textbook sebanyak-banyaknya. Jangan hanya dari “katanya”. Berusahalah untuk berpikir open minded. Kalau baca jurnal juga musti dilihat tahunnya, ada kalanya jurnal tahun 60an sudah tidak dipakai lagi karena perkembangan keilmuan. Masa kita mau berpedoman pada jurnal-jurnal usang hanya untuk sekedar mempertahankan pendapat kita?

Dulu Copernicus dihukum penggal karena bersikeukeuh menyatakan bahwa bumi itu bulat. Pada waktu itu masyarakat cukup puas dengan dipenggalnya Copernicus, karena dia dianggap biang kekacauan. Sekarang semua orang yang tinggal di muka bumi ini setuju bahwa bumi ini bulat (walaupun sedikit sekali yang pernah menyaksikan kebulatan bumi ini). Intinya adalah : saling terbuka satu sama lain. Jangan-jangan pendapat yang sekarang kita bela mati-matian itu ternyata salah kaprah, dan nanti tahun 2050 kita bakal diketawain sama cucu-cicit kita karena mempertahankan pendapat yang konyol.

Wallahualam,…

 

Apakah Anda menyukai artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid

8 thoughts on “Teknik Persuasi

  1. Seorang pedagang eceran di ITC menawarkan dagangannya dengan harga Rp.80.000, padahal ia membelinya hanya dengan harga Rp.30.000 per buahnya dari pedagang di pasar grosir. Sang pembeli datang, kemudian menawarnya setengah mati hingga akhirnya tercapailah kesepakatan harga Rp.55.000. Sang pembeli merasa sangat senang dan puas karena ia telah berhasil menawar sedemikian rupanya hingga harganya turun jauh. Dalam arti lain, sang pembeli merasa “menang”. Di sisi lain, sang penjual duduk di sudut tokonya sambil mengipaskan uangnya karena mendapatkan untung.
    Jadi sebetulnya yang “menang” atau paling mendapatkan keuntungan… sang pembeli atau penjual…atau malah si pedagang grosirannya yang menang???
    Nah kalo dalam konteks upaya legalisasi ganja, trus siapa kira-kira siapa yang jadi pedagang grosiran, pedagang eceran dan pembelinya??? Dan siapa yang paling mendapatkan keuntungan????
    Cheers…..

  2. Emang udah biasa dia mah, dok… Udah bawa’an dari orok.. :p
    Jadi.. Emang lebih enak jadi komentator kan, dibanding jadi pemain on the pitch? Kadang ada di antara ruang berjarak lebih banyak memberikan kesempatan untuk melihat dengan obyektif lho.. Katanya.. Hehe.. Sukses lah dul! 🙂

  3. Kan sesuai sama berat badan oom. Daripada situ, berat badannya ga seberapa, tp pembahasannya berat-berat semua….melebihi berat badan gw, hehehehe. Terus menulis masbro!!!

  4. saya sangat setuju dengan artikel tersebut karena terlalu banyak orang2 yang dibodohi dengan isu legalisasi ganja, dengan mengatasnamakan HAM, mengatasnamakan perdagangan ganja yang membawa keuntungan bagi pemerintah hingga mengatasnamakan bahwa hanya pedagang ganja yang akan mendapat keuntungan yang besar
    semua hanya alasan karena pada dasarnya, anggota komunitas tersebut tidak benar2 paham akan isu yang mereka propagandakan dan di dalam pikiran mereka, mereka berharap akan bisa mendapat kebebasan menggunakan ganja
    kira2 apa yang dapat dilakukan untuk mencegah meluasnya isu ini, karena jika hal ini diketahui oleh generasi muda yang kurang pengalaman maka akan diartikan bahwa penggunaan maupun penyalahgunaan ganja di Indonesia merupakan hal yang legal, lantas bagaimana tanggung jawab kita pada generasi mendatang ?
    adakah hal yang dapat dilakukan untuk menetralisir isu legalisasi ganja karena mereka menggunakan dasar penelitian ilmiah yang sama sekali tidak up date, hari gini dah sering up date FB, masa gak pernah up date jurnal ilmiah, kan kurang seimbang dan pemikiran menjadi kurang obyektif sebab segala hal hanya dilihat dari satu sisi saja tanpa ada kroscek dari sudut pandang yang lain
    manusia memang wajar jika mencari pembenaran diri sendiri, namun apa selamanya kita harus membenarkan diri sendiri tanpa mempedulikan sudut pandang orang lain ???

  5. jika dari sudut pandang saya, saya melihat isu ‘legalisasi ganja’ selain berfungsi untuk kamuflase, —karena tidak mungkin akan ada UU yang mengatakan bahwa penggunaan ganja legal untuk semua keperluan dan semua individu (dimana hal tersebut tetap membelenggu kebebasan orang yang ingin menyalahgunakan ganja)— juga untuk membodohi semua pihak-pihak terkait, sebab meskipun di dalam UU nantinya hanya mengeluarkan ganja dari narkotik golongan I ke narkotik golongan II, namun akan banyak pihak yang menyatakan bahwa penggunaan ganja untuk kepentingan pribadi adalah legal karena UU tentang ganja telah direvisi
    mungkin sekarang saya ingin tau, pemakai narkoba mana yang mengerti tentang penggolongan NAPZA, pemakai narkoba mana yang dapat mengatakan dengan jelas jenis2 narkoba yang ada beserta efeknya
    apalagi untuk memahami seluk beluk ganja yang sangat komplek
    mohon dipikirkan lagi isu tentang legalisasi ganja ini
    trims

Leave a Reply to Dokter Bagus Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *