Malu Bertanya Sesat di Jalan

Tadi siang bertemu dengan seorang kawan dari Amerika. Ceritanya nih dia mau belajar bahasa Indonesia. Saat ini kawan saya ini sedang mencoba mengumpulkan kosa-kata apa saja yang ada dalam bahasa kita. Pengumpulannya terbilang menarik, yaitu dengan mencatat setiap kata atau frase yang dia anggap unik.

Kawan ini juga mengumpulkan beberapa peribahasa, karena menurut dia paling mudah belajar bahasa dengan mempelajari acronym atau peribahasa dari negara lain. Sampailah dia kepada peribahasa “malu bertanya sesat di jalan”.

Filosofi peribahasa tersebut adalah kalau kita nggak pernah bertanya ke orang, kemungkinan tersesat akan lebih tinggi. Namun tidak bisa diartikan harafiah seperti itu. Tapi okelah, untuk yang sedang belajar mungkin belum perlu belajar tafsir dari setiap peribahasa. Cukup mempelajari arti harafiah dari masing-masing frasa atau peribahasa.

Peribahasa yang dia ajukan tadi sebenarnya nggak terlalu menarik buat saya. Tapi menjadi sebuah perbincangan yang menarik dengan kawan saya ini karena ternyata mengandung arti belum pernah terpikirkan oleh saya.

Kalau anda jalan-jalan ke Singapore atau Tokyo, Anda harus terbiasa membaca peta yang tertempel di subway atau bus station agar dapat sampai ke tempat tujuan. Kok nggak nanya ke orang-orang yang lewat saja ? Emangnya bakalan ada orang yang mau jawab ? Tipikal mereka tidak seramah bangsa kita yang kadang dengan senang hati menunjukkan lokasi jalan. Bahkan kadang dianterin sampai tujuan pula. Jadi kemampuan membaca peta mutlak diperlukan. Gimana dong kalo nggak bisa baca peta. Nah ini dia masalahnya. Siap-siap saja kesasar kemana-mana. Kalo yang lagi piknik mungkin kesasar nggak masalah. Tapi gimana ceritanya kalau anda sedang ditunggu di sebuah konferensi dan anda telat hanya gara-gara nggak bisa baca peta.

Pasti pernah liat film Dora the explorer kan ? Film itu sebenarnya bagus buat anak kecil. Disana ditunjukkan kalau kita kesasar tanya saja sama peta. Tapi kalo udah gede nggak perlu teriak-teriak “aku peta, aku peta, aku peta”. Ntar justru bisa dianterin ke phsyciatry ward.

Peribahasa itu sepertinya sudah nggak berlaku lagi di jaman sekarang. Harusnya sih sudah mulai ditinggalkan. Kalau nggak ada peta gimana ? Anda bisa bertanya pada GPS. Sekarang harganyapun sudah terjangkau. Banyak juga yang sudah jadi satu dengan henpun-henpun mulai dari harga yang murah sampai harga yang mahal.

Konsep peribahasa “malu bertanya sesat di jalan” agak susah diterima oleh kawan saya wong londo ini. Mungkin karena memang kita tidak dibiasakan membaca peta dari kecil. Sedangkan dia dari kindergarten sudah terbiasa diberi peta dan jangan banyak bertanya kepada stranger.

Perbedaan budaya memang perlu asimilasi,….

Apakah Anda menyukai artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *