Kalau dengar kata sifilis, mungkin sebagian dari kita langsung ingat pelajaran biologi zaman sekolah atau cerita sejarah tentang infeksi yang dulu jadi wabah besar di Eropa. Tapi tahu nggak sih, sifilis ternyata masih ada sampai sekarang, bahkan jumlah kasusnya makin meningkat, termasuk di Indonesia. Infeksi ini termasuk dalam kategori infeksi menular seksual (IMS) dan disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Walaupun terdengar kuno, faktanya sifilis bisa menyerang siapa saja, nggak peduli usia, jenis kelamin, atau orientasi seksual.
Sifilis biasanya menular lewat hubungan seks yang berisiko, baik itu secara vaginal, anal, maupun oral. Namun, ada juga kasus sifilis yang menular dari ibu hamil ke bayinya. Kondisi ini disebut sifilis kongenital dan bisa sangat berbahaya bagi si kecil. Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan luka sifilis atau chancre. Luka ini sering muncul di area yang terlibat dalam hubungan seksual, seperti alat kelamin, mulut, atau anus. Jadi, meskipun luka ini kecil dan sering nggak terasa sakit, dampaknya bisa serius banget.
Yang mengejutkan, meskipun antibiotik untuk mengobati sifilis telah ditemukan sejak tahun 1938 oleh Alexander Fleming—yang juga menemukan penisilin—infeksi ini masih menjadi masalah besar di seluruh dunia. Di banyak negara, termasuk Indonesia, kasus sifilis terus meningkat. Menurut laporan WHO, ada lebih dari 6 juta kasus baru sifilis setiap tahunnya secara global. Di Indonesia sendiri, data menunjukkan bahwa kasus sifilis masih signifikan, khususnya di kelompok usia muda yang aktif secara seksual. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun obatnya sudah ada, berbagai faktor seperti kurangnya edukasi, stigma, dan akses layanan kesehatan menjadi penghambat utama dalam mengendalikan penyebaran infeksi ini.
Sifilis ini berbeda dengan kencing nanah, bahkan pada sifilis biasanya tanpa disertai dengan gejala kencing nanah. Infeksi sifilis ini punya empat tahap yang berbeda, dan gejalanya juga bervariasi di tiap tahap. Pada tahap awal atau sifilis primer, biasanya muncul luka kecil yang disebut chancre di tempat bakteri masuk ke tubuh. Luka ini nggak sakit, jadi banyak orang yang nggak sadar kalau mereka kena sifilis. Luka ini akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu, tapi bakteri tetap ada di tubuh dan kalau nggak diobati, infeksinya akan terus berkembang. Setelah tahap ini, sifilis masuk ke tahap sekunder dengan gejala yang lebih kelihatan, seperti ruam di kulit, demam ringan, nyeri otot, atau sariawan. Tahap ini sering bikin orang salah paham karena gejalanya mirip infeksi biasa, padahal sebenarnya sifilis sedang aktif menyebar di dalam tubuh.
Setelah itu, ada tahap laten di mana gejalanya hilang total. Tapi jangan salah, meskipun terlihat nggak ada apa-apa, bakteri masih ada di tubuh dan bisa muncul kapan saja. Tahap terakhir adalah sifilis tersier, dan ini yang paling bahaya. Kalau udah sampai tahap ini, sifilis bisa menyerang organ-organ penting seperti otak, jantung, pembuluh darah, atau tulang. Bahkan, bisa menyebabkan gangguan otak, kebutaan, atau kerusakan organ permanen yang berujung pada kematian.
Mungkin banyak dari kita yang berpikir, “Ah, infeksi kayak gini mah nggak bakal kena ke gue.” Tapi faktanya, kasus sifilis di Indonesia makin banyak terjadi, terutama di kalangan anak muda. Hal ini biasanya karena kurangnya edukasi tentang kesehatan seksual dan anggapan bahwa sifilis adalah infeksi “zaman dulu.” Padahal, kalau kita aktif secara seksual, risiko tetap ada, apalagi kalau sering gonta-ganti pasangan atau melakukan hubungan seks yang berisiko.
Kabar baiknya, sifilis sebenarnya gampang dicegah. Tidak berhubungan seks dan penggunaan kondom adalah salah satu cara paling efektif buat melindungi diri dari sifilis dan infeksi menular seksual lainnya. Selain itu, menjaga hubungan yang setia dengan satu pasangan juga bisa sangat membantu. Kalau kamu merasa pernah berhubungan seksual dengan risiko tinggi, jangan ragu untuk melakukan tes kesehatan seksual secara rutin. Semakin cepat sifilis terdeteksi, semakin mudah juga pengobatannya.
Kalau sampai kamu terkena sifilis, nggak perlu panik. Infeksi ini bisa diobati, terutama kalau masih di tahap awal. Dokter biasanya akan memberikan suntikan antibiotik berupa penisilin untuk membunuh bakteri sifilis. Tapi yang penting, kamu harus disiplin menjalani pengobatan sampai tuntas, karena kalau nggak, bakteri bisa jadi kebal obat dan malah makin sulit diatasi. Selain itu, kalau kamu terdiagnosis sifilis, sebaiknya kasih tahu pasanganmu supaya mereka juga bisa tes dan diobati kalau perlu.
Yang nggak kalah penting, sifilis sering muncul barengan dengan HIV, karena cara penularannya yang mirip. Kalau kamu punya sifilis, luka yang muncul bisa bikin virus HIV lebih gampang masuk ke tubuh. Makanya, tes sifilis biasanya diikuti juga dengan tes HIV. Kalau ternyata hasilnya positif untuk dua-duanya, dokter akan memberikan pengobatan yang sesuai untuk mengatasi keduanya sekaligus.
Kenapa sih infeksi ini masih ada, padahal pengobatannya udah ada sejak lama? Salah satu alasannya adalah stigma. Banyak orang yang malu buat tes atau berobat karena takut dianggap “kotor” atau “nakal.” Padahal, infeksi ini nggak ada hubungannya dengan moralitas. Semakin cepat kita deteksi dan obati sifilis, semakin kecil kemungkinan infeksi ini menyebar ke orang lain. Jadi, penting banget untuk nggak malu mencari bantuan medis kalau kamu merasa ada gejala atau pernah melakukan aktivitas berisiko.
Sifilis memang infeksi lama, tapi masih sangat relevan di zaman sekarang. Infeksi ini nggak hanya bisa dicegah, tapi juga bisa diobati. Kuncinya ada di edukasi, kesadaran diri, dan keberanian untuk bertindak. Dengan angka kasus yang masih tinggi, kita semua punya tanggung jawab untuk lebih peduli terhadap kesehatan seksual. Jaga kesehatan seksualmu, jangan anggap remeh sifilis, dan pastikan kamu tahu cara melindungi diri. Ingat, kesehatan itu adalah investasi terbaik untuk masa depan. Stay safe dan jangan lupa untuk saling peduli!