Flu Musiman Bukan Hal Biasa: Saatnya Kita Bicara Vaksin Influenza di Indonesia

Flu Musiman Bukan Hal Biasa: Saatnya Kita Bicara Vaksin Influenza di Indonesia

Sudah menjadi kebiasaan tahunan bahwa saat musim hujan tiba, ruang tunggu di fasilitas kesehatan mulai dipenuhi oleh pasien dengan keluhan demam, batuk, pilek, dan nyeri badan. Sebagian besar dari kita menyebutnya dengan istilah “masuk angin” atau flu biasa. Namun, dari perspektif medis, gejala tersebut sangat mungkin merupakan influenza musiman. Sayangnya, persepsi bahwa flu hanyalah penyakit ringan membuat banyak orang meremehkannya, termasuk dalam hal pencegahan melalui vaksinasi.

Kita mungkin masih ingat betapa COVID-19 mengguncang sistem kesehatan dan kehidupan sosial kita. Di tengah ingatan kolektif masyarakat akan pandemi tersebut, ada pelajaran yang belum selesai kita cerna: bahwa penyakit pernapasan, sekecil apapun kelihatannya, bisa berdampak besar. Misalnya, seorang kakek dengan riwayat diabetes yang biasanya aktif berkebun bisa tiba-tiba dirawat di rumah sakit karena pneumonia pasca flu. Atau seorang ibu dengan asma yang terpicu parah setelah terkena influenza sehingga memerlukan perawatan intensif. Kisah-kisah seperti ini sering tidak tercatat di statistik, tetapi nyata terjadi di lapangan. Mereka menggambarkan bagaimana flu bukan hanya gangguan ringan, tapi bisa menjadi titik awal kemunduran kesehatan yang signifikan, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan penderita penyakit penyerta (komorbid).

Influenza bukanlah sekadar pilek berat. Ia adalah infeksi virus yang dapat memicu komplikasi serius seperti pneumonia, perburukan penyakit jantung dan paru kronis, bahkan kematian, terutama di kalangan usia lanjut dan individu dengan penyakit seperti diabetes, asma, atau hipertensi. Yang mengejutkan, beberapa studi menunjukkan bahwa angka kematian akibat influenza di kalangan lansia bisa melampaui angka kematian tahunan akibat kecelakaan lalu lintas di banyak negara. Di Jepang, misalnya, influenza pernah menyebabkan lebih dari 10.000 kematian dalam satu musim dingin. Bayangkan jika angka serupa terjadi di Indonesia, dengan sistem kesehatan yang belum sepenuhnya siap menangani ledakan kasus infeksi saluran napas akut. Flu yang tampak sepele itu bisa menjadi krisis nasional—tanpa kita sadari, karena tidak pernah dianggap sebagai ancaman serius.

Menurut WHO, setiap tahun sekitar 290.000 hingga 650.000 orang di seluruh dunia meninggal akibat penyakit terkait influenza musiman. Di negara-negara dengan sistem surveilans yang baik, data menunjukkan bahwa puncak kasus influenza musiman sangat berkorelasi dengan lonjakan kunjungan ke rumah sakit dan meningkatnya angka rawat inap. Namun di Indonesia, kesadaran ini belum terbentuk sepenuhnya. Mirisnya, kematian demi kematian akibat flu nyaris tidak pernah masuk ke dalam percakapan publik kita. Seolah-olah karena tidak terdengar di berita utama, maka ancamannya tidak nyata. Padahal, ratusan ribu nyawa melayang setiap tahun di dunia karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Jika kita terus menganggap flu sebagai sekadar hal biasa, maka kita sedang memilih untuk menutup mata terhadap tragedi yang sebenarnya bisa dihindari.

Dalam beberapa bulan terakhir, data kunjungan pasien ke berbagai fasilitas layanan kesehatan menunjukkan peningkatan signifikan kasus dengan gejala mirip influenza dan pneumonia. Fenomena ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Di beberapa negara, influenza musiman bahkan menyumbang hingga 10% dari total kunjungan ke unit gawat darurat pada periode puncaknya. Jika tren serupa terjadi di Indonesia, ini berarti puluhan ribu kunjungan dalam hitungan minggu hanya karena penyakit yang kerap diremehkan. Lebih mencengangkan lagi, laporan dari beberapa laboratorium menunjukkan bahwa proporsi spesimen positif influenza di musim-musim tertentu bisa melonjak dua hingga tiga kali lipat dibandingkan periode biasa. Ini bukan sekadar peningkatan angka—ini sinyal bahaya yang seharusnya menggugah kesadaran kita semua.

Sayangnya, meskipun ancaman nyata di depan mata, salah satu alasan rendahnya tingkat vaksinasi influenza di Indonesia adalah kurangnya informasi yang diterima masyarakat. Vaksin flu dianggap hanya penting bagi mereka yang bepergian ke luar negeri atau tenaga medis. Bahkan sebagian kalangan profesional kesehatan pun belum menjadikan vaksin influenza sebagai rutinitas tahunan.

Jika kita merujuk pada kebijakan nasional, vaksin influenza belum masuk dalam program imunisasi nasional yang disubsidi pemerintah, berbeda dengan vaksin dasar seperti DPT atau campak. Hal ini tentu berdampak langsung terhadap akses dan adopsi. Biaya vaksin flu di klinik swasta dapat mencapai 200-300 ribu rupiah per dosis, sebuah angka yang tidak murah bagi banyak keluarga.

Yang lebih mendasar adalah absennya kampanye publik yang konsisten untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya vaksinasi influenza. Kita seolah kehilangan pelajaran penting dari pandemi COVID-19: bahwa pencegahan penyakit menular bukan sekadar urusan individu, melainkan bagian dari strategi bersama kesehatan masyarakat.

Berbagai studi global sudah membuktikan bahwa vaksinasi influenza dapat mengurangi risiko infeksi hingga 40-60% pada musim-musim tertentu. Vaksin ini juga efektif menurunkan risiko rawat inap dan komplikasi berat, terutama pada lansia dan mereka yang memiliki penyakit kronis.

Bahkan di negara-negara dengan pengeluaran kesehatan terbatas, vaksinasi flu pada populasi lansia telah terbukti secara ekonomi efisien, karena mampu menekan biaya perawatan jangka panjang akibat komplikasi. Dalam konteks Indonesia yang memiliki beban penyakit tidak menular cukup tinggi, vaksinasi influenza bisa menjadi salah satu langkah strategis untuk mengurangi dampak ganda dari infeksi terhadap penyakit kronis.

Kita telah melewati masa sulit saat COVID-19 melanda. Dari sana kita belajar bahwa penyakit menular bisa muncul secara masif, tak terduga, dan berdampak sistemik. Intervensi kesehatan masyarakat seperti vaksinasi, pemakaian masker, dan etika batuk terbukti menyelamatkan banyak nyawa.

Namun kini, seiring meredanya pandemi, banyak kebiasaan baik itu mulai ditinggalkan. Pemakaian masker di ruang publik menurun, kesadaran menjaga jarak luntur, dan vaksinasi non-COVID kembali terpinggirkan. Ini adalah kemunduran yang berbahaya, terutama jika dikaitkan dengan ancaman influenza musiman yang datang setiap tahun.

Jika dulu COVID-19 membuat kita waspada terhadap flu-like syndrome, maka kini kita perlu memperluas kesadaran itu. Tidak semua demam, batuk, dan nyeri tenggorokan adalah COVID, bisa jadi itu adalah influenza. Dan kita tetap perlu waspada.

Vaksin flu bukan hanya urusan kalangan atas atau tenaga medis. Ia adalah kebutuhan publik, terlebih bagi lansia, pasien dengan penyakit kronis, anak-anak, dan tenaga pendidik. Sudah saatnya pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, membuka wacana integrasi vaksin influenza dalam sistem jaminan kesehatan nasional, setidaknya bagi kelompok risiko tinggi.

Langkah awal yang bisa dilakukan mencakup penguatan surveilans influenza agar tersedia data dasar yang akurat; penyusunan strategi komunikasi risiko yang efektif untuk mengedukasi masyarakat luas; pengembangan kemitraan dengan sektor swasta untuk memastikan ketersediaan vaksin dengan harga yang terjangkau; serta pemberian insentif atau subsidi bagi kelompok lansia dan penderita penyakit penyerta agar memperoleh akses terhadap vaksin tanpa hambatan biaya. Semua langkah ini memerlukan komitmen lintas sektor dan keberlanjutan agar vaksin influenza dapat menjadi bagian dari perlindungan kesehatan masyarakat yang lebih menyeluruh.

Kesehatan masyarakat bukan dibangun dari layanan rumah sakit semata, melainkan dari budaya sehat yang tumbuh di masyarakat. Budaya yang menghargai pencegahan, yang tidak menertawakan orang memakai masker di ruang publik, dan yang tidak menyepelekan vaksin karena merasa dirinya “kuat.”

Vaksin influenza, jika diadopsi luas, bukan hanya melindungi individu, tetapi juga menciptakan efek perlindungan komunal (herd effect) yang menekan penyebaran virus.

Jangan sampai kita hanya bereaksi ketika rumah sakit mulai penuh. Saatnya Indonesia proaktif. Saatnya kita bicara serius tentang vaksin influenza—sebelum musim flu berikutnya tiba.


Discover more from drBagus.com

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply