Dalam beberapa tahun terakhir, dunia digital telah mengubah cara kita mengakses informasi kesehatan. Media sosial, dengan algoritma yang menampilkan konten sesuai minat pengguna, menjelma menjadi ladang subur bagi berbagai klaim seputar kesehatan dan gaya hidup. Di antara lautan informasi tersebut, ada satu fenomena yang terus tumbuh pesat: promosi suplemen kesehatan yang menjanjikan efek cepat, awet muda, dan daya tahan tubuh yang meningkat drastis. Produk-produk seperti chlorophyll drops, kolagen, hingga NMN (nicotinamide mononucleotide) muncul dalam berbagai unggahan, sering kali dibungkus dalam narasi yang meyakinkan dan visual yang menggoda. Namun di balik narasi tersebut, penting bagi kita untuk memisahkan mana yang merupakan fakta berdasarkan sains, dan mana yang sekadar mitos dengan klaim berlebihan.
Chlorophyll drops, atau tetes klorofil cair, adalah salah satu produk yang banyak dibicarakan. Dalam video-video viral, produk ini disebut dapat mendetoksifikasi tubuh, menghilangkan bau badan, menyembuhkan jerawat, bahkan meningkatkan energi. Banyak dari klaim ini berasal dari asumsi bahwa karena klorofil adalah zat hijau daun yang mendukung fotosintesis, maka konsumsi klorofil oleh manusia juga akan “menyegarkan tubuh secara alami”. Namun, pandangan medis melihat hal ini secara berbeda. Chlorophyll dalam bentuk suplemen biasanya berupa senyawa turunan seperti chlorophyllin, yang memang memiliki sifat antioksidan, namun penelitian klinis terhadap manfaatnya pada manusia masih sangat terbatas. Beberapa studi kecil menunjukkan efek terhadap kesehatan kulit atau bau badan, namun belum cukup kuat untuk menyimpulkan bahwa klorofil cair dapat memberikan efek detoksifikasi atau memperbaiki kondisi kesehatan secara menyeluruh. Tubuh manusia sudah memiliki sistem detoksifikasi alami melalui hati dan ginjal. Mengandalkan klorofil untuk “membersihkan racun” adalah sebuah penyederhanaan yang tidak tepat.
Produk kolagen juga tak kalah populer. Digemari karena klaimnya yang mendukung elastisitas kulit, mengurangi kerutan, serta memperkuat rambut dan kuku, suplemen kolagen menjadi favorit banyak kalangan, terutama wanita usia dewasa. Kolagen adalah protein utama dalam jaringan ikat tubuh, dan secara alami produksinya menurun seiring bertambahnya usia. Namun, apakah mengonsumsi kolagen dalam bentuk kapsul atau minuman benar-benar dapat menggantikan kolagen yang hilang dari kulit? Di sinilah muncul perdebatan. Ketika dikonsumsi, kolagen akan dipecah menjadi asam amino di saluran cerna, dan tubuh tidak secara otomatis mengirimkan asam amino tersebut ke kulit. Beberapa penelitian terbaru memang menunjukkan bahwa kolagen terhidrolisis dapat diserap dan memberi efek pada kelembaban kulit atau elastisitas, tetapi manfaatnya sangat bergantung pada dosis, durasi konsumsi, dan kualitas produknya. Lebih penting lagi, efek tersebut bersifat ringan dan bukan pengganti gaya hidup sehat seperti tidur cukup, perlindungan dari sinar matahari, dan pola makan bergizi.
Lalu bagaimana dengan NMN, produk yang sering dikaitkan dengan perpanjangan umur dan anti-aging? NMN adalah senyawa prekursor dari NAD+ (nicotinamide adenine dinucleotide), molekul penting yang terlibat dalam metabolisme energi dan perbaikan DNA. Popularitas NMN meningkat setelah beberapa studi pada hewan menunjukkan bahwa peningkatan kadar NAD+ dapat memperpanjang umur tikus dan meningkatkan fungsi otot serta daya tahan. Salah satu tokoh yang banyak dikaitkan dengan promosi NMN adalah seorang profesor dari Harvard yang juga meneliti penuaan. Namun sampai hari ini, penelitian klinis pada manusia masih sangat terbatas. Belum ada bukti kuat bahwa NMN dapat memperpanjang umur manusia atau secara signifikan memperlambat proses penuaan. Produk ini juga relatif mahal dan belum diatur secara ketat oleh badan pengawas obat di berbagai negara. Mengonsumsinya tanpa pemantauan medis bukan hanya tidak efisien secara biaya, tetapi juga bisa menimbulkan risiko jika dikombinasikan dengan obat lain atau dikonsumsi oleh individu dengan kondisi medis tertentu.
Fenomena suplemen viral di media sosial juga dipengaruhi oleh narasi personal yang bersifat emosional. Testimoni “berhasil” dari selebritas, influencer, atau bahkan teman dekat sering kali terasa lebih meyakinkan dibanding penjelasan ilmiah yang cenderung kering. Padahal pengalaman pribadi tidak bisa dijadikan dasar tunggal untuk mengambil keputusan kesehatan. Banyak faktor yang memengaruhi hasil, termasuk pola makan, tidur, genetik, dan harapan psikologis (efek plasebo). Sering kali, konsumen membeli produk karena ingin “coba-coba” atau karena merasa tertinggal dari tren. Dalam jangka panjang, pola konsumsi seperti ini dapat menciptakan ketergantungan psikologis pada suplemen, padahal sebagian besar nutrisi bisa diperoleh dari makanan sehari-hari.
Kondisi ini menjadi semakin kompleks karena regulasi terhadap suplemen berbeda dengan obat. Di banyak negara, termasuk Indonesia, suplemen tidak harus melalui uji klinis yang ketat sebelum dipasarkan. Selama tidak mengklaim menyembuhkan penyakit, produsen hanya perlu memastikan keamanan bahan dan mencantumkan label dengan benar. Ini membuka celah bagi pemasaran yang berlebihan, kadang bahkan menyesatkan. Oleh karena itu, konsumen harus lebih kritis dan berhati-hati. Membaca komposisi produk, mencari tahu uji ilmiahnya, berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, dan tidak mudah terpengaruh oleh testimoni personal adalah langkah yang bijak.
Apakah ini berarti semua suplemen tidak berguna? Tidak demikian. Dalam kondisi tertentu, suplemen sangat bermanfaat. Sebagai contoh, orang dengan defisiensi vitamin D, anemia karena kekurangan zat besi, atau wanita hamil yang memerlukan asam folat akan sangat terbantu dengan suplemen. Namun prinsip dasarnya adalah bahwa suplemen digunakan untuk melengkapi, bukan menggantikan pola makan sehat dan gaya hidup aktif. Apabila tubuh tidak kekurangan nutrien tertentu, maka menambahkan suplemen tidak otomatis membawa manfaat lebih. Justru dalam beberapa kasus, konsumsi berlebihan bisa menimbulkan efek samping atau interaksi obat yang berbahaya.
Dunia kesehatan tidak bergerak dengan kecepatan tren media sosial. Apa yang viral belum tentu valid. Di tengah derasnya informasi dan promosi suplemen yang muncul setiap hari di layar gawai Anda, tetaplah berpijak pada prinsip kehati-hatian dan rasionalitas. Tubuh manusia adalah sistem kompleks yang tidak bisa diperbaiki dengan satu cairan, satu pil, atau satu botol ajaib. Jika Anda ingin tampil lebih sehat, lebih bertenaga, dan menua dengan kualitas hidup yang baik, mulailah dengan tidur yang cukup, makan makanan segar dan bergizi, berolahraga rutin, serta mengelola stres dengan baik. Jika setelah itu Anda masih merasa perlu mengonsumsi suplemen, lakukanlah dengan bijak dan berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan karena janji manis dalam video berdurasi 15 detik.
Untuk mengetahui bagaimana Anda menyikapi suplemen kesehatan yang sedang tren di media sosial, kami mengundang Anda mengisi survei singkat di bawah ini. Survei ini membantu kami memahami pola konsumsi, sumber informasi, serta harapan pembaca terhadap produk-produk kesehatan yang beredar luas. Waktu pengisian tidak lebih dari lima menit, namun kontribusi Anda sangat berarti.
Discover more from drBagus.com
Subscribe to get the latest posts sent to your email.