Apa Itu Kesehatan Satu Pintu (One Health) dan Mengapa Kita Harus Peduli?

Apa Itu Kesehatan Satu Pintu (One Health) dan Mengapa Kita Harus Peduli?

Pernahkah Anda mendengar istilah “One Health” atau dalam bahasa Indonesia disebut juga “Kesehatan Satu Pintu”? Bagi sebagian orang, istilah ini mungkin terdengar teknis dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Padahal jika kita perhatikan lebih dalam, konsep ini sangat dekat dengan kenyataan hidup yang kita alami, terutama sejak dunia diguncang oleh pandemi.

Bayangkan pagi hari di sebuah desa. Di ladang, petani sedang memberi makan ayam dan kambing. Tak jauh dari sana, anak-anak berangkat sekolah melewati saluran irigasi yang airnya mengalir dari sungai kecil. Di kota, orang-orang duduk di warung, menyeruput kopi sambil menunggu hasil rapid test COVID-19. Di laboratorium, dokter hewan meneliti sampel unggas karena ada laporan flu burung. Di rumah sakit, pasien demam berdarah mulai berdatangan karena nyamuk berkembang biak saat musim hujan. Semua kejadian ini, yang tampak berdiri sendiri, sebenarnya terhubung dalam satu jejaring yang sangat kompleks: hubungan antara manusia, hewan, dan lingkungan.

Inilah yang disebut dengan pendekatan One Health. Sebuah cara berpikir dan bekerja yang mengakui bahwa kesehatan manusia tidak bisa dipisahkan dari kesehatan hewan dan lingkungan. Dalam dunia yang terus berubah, di mana populasi manusia tumbuh pesat, hutan dibuka untuk permukiman dan industri, serta interaksi antara manusia dan hewan liar semakin sering terjadi, pendekatan ini menjadi semakin penting.

Salah satu pelajaran besar dari pandemi COVID-19 adalah betapa rentannya manusia terhadap penyakit baru yang berasal dari hewan, atau yang dalam istilah ilmiah disebut zoonosis. Virus corona, seperti juga flu burung, Ebola, dan rabies, semuanya berasal dari hewan dan melompat ke manusia, sering kali melalui rantai interaksi yang panjang dan rumit. Proses ini dipercepat oleh perubahan lingkungan, perdagangan satwa liar, dan sistem pangan yang global. Oleh karena itu, tidak cukup hanya memperkuat rumah sakit atau memperbanyak dokter. Pencegahan penyakit di masa depan harus dimulai dari hulu, yaitu dengan menjaga keseimbangan antara manusia, hewan, dan lingkungan.

Konsep One Health bukanlah hal baru. Ia sudah lama dibahas oleh para ilmuwan dan lembaga kesehatan dunia seperti WHO, FAO, dan OIE. Namun dalam praktiknya, pendekatan ini baru mulai digerakkan secara serius dalam satu dekade terakhir. Salah satu tantangannya adalah kebiasaan kerja yang masih terkotak-kotak. Kementerian Kesehatan menangani manusia, Kementerian Pertanian menangani hewan, dan Kementerian Lingkungan Hidup mengurusi ekosistem. Masing-masing punya sistem, anggaran, dan data sendiri. Padahal penyakit tidak mengenal batas administratif. Virus tidak tahu mana yang disebut hutan produksi, kandang peternakan, atau ruang isolasi rumah sakit.

Pendekatan One Health mendorong agar semua pihak duduk bersama, berbagi informasi, dan merancang solusi yang saling terhubung. Misalnya, jika di suatu daerah ditemukan lonjakan kasus leptospirosis, maka bukan hanya puskesmas yang harus bereaksi. Dinas peternakan, pengelola sanitasi lingkungan, dan bahkan masyarakat setempat perlu diajak bicara. Di sinilah pentingnya membangun kolaborasi lintas sektor, mulai dari perencanaan kebijakan, pelatihan tenaga lapangan, hingga sistem pelaporan yang terintegrasi.

Tentu tidak semua orang harus menjadi ahli mikrobiologi atau dokter hewan. Tapi sebagai masyarakat, kita punya peran penting dalam menjaga keseimbangan ini. Mulai dari cara kita membuang sampah, cara kita memperlakukan hewan peliharaan, hingga pilihan makanan yang kita konsumsi, semua itu memberi dampak pada kesehatan bersama. Ketika kita membakar sampah sembarangan, kita tidak hanya merusak udara, tapi juga menciptakan kondisi yang memudahkan penyebaran penyakit pernapasan. Ketika kita membeli unggas hidup dari pasar tanpa mengetahui asal usulnya, kita membuka pintu bagi potensi zoonosis. Ketika kita menebang hutan untuk membuka lahan tanpa memikirkan keseimbangan, kita mendorong satwa liar untuk mendekati manusia, membawa serta virus dan parasit yang sebelumnya hanya beredar di habitat aslinya.

One Health juga relevan dalam isu-isu lain seperti resistansi antibiotik. Saat ini, semakin banyak bakteri yang tidak mempan terhadap obat karena penggunaan antibiotik yang berlebihan, tidak hanya pada manusia, tetapi juga pada hewan ternak. Jika ayam, sapi, atau ikan diberi antibiotik secara rutin untuk mencegah penyakit, sisa obat itu bisa mencemari tanah dan air, lalu masuk ke rantai makanan manusia. Akibatnya, infeksi biasa bisa menjadi sulit disembuhkan karena bakteri sudah kebal. Ini bukan lagi masalah satu profesi, tetapi masalah bersama.

Di Indonesia, pendekatan One Health mulai mendapat perhatian, terutama setelah pandemi. Beberapa universitas, kementerian, dan organisasi internasional mulai membentuk jaringan kerja sama untuk memperkuat surveilans, memperbaiki sistem respons cepat, dan melatih tenaga kesehatan lintas bidang. Namun perjalanan masih panjang. Diperlukan perubahan budaya kerja, dukungan kebijakan, serta pemahaman dari masyarakat luas agar pendekatan ini bisa berjalan dengan baik.

Mungkin terdengar rumit, tetapi sebenarnya prinsipnya sangat sederhana: manusia tidak hidup sendirian di bumi ini. Kesehatan bukan hanya soal tubuh kita, tetapi juga tubuh bumi yang kita pijak. Ketika kita menjaga lingkungan tetap bersih, hutan tetap lestari, dan hewan-hewan tetap berada di habitatnya, kita sedang menjaga diri kita sendiri. One Health bukan hanya pendekatan teknis, melainkan sebuah pengingat bahwa kita semua terhubung.

Maka, ketika Anda mendengar tentang program vaksinasi hewan, larangan penjualan satwa liar, atau kampanye menjaga kebersihan lingkungan, jangan anggap itu sebagai urusan orang lain. Itu adalah bagian dari sistem besar yang sedang berusaha menjaga kita semua tetap sehat. Dan sebagai warga yang peduli, Anda punya peran penting di dalamnya.


Discover more from drBagus.com

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply