Di Balik Rasa Gurih, Ada Gula yang Mengintai

Di Balik Rasa Gurih, Ada Gula yang Mengintai

Setiap pagi, Pak Roni memulai harinya dengan secangkir kopi susu dan dua potong roti tawar yang dioles margarin. Ia merasa itu sudah cukup sehat karena tidak makan gorengan atau nasi uduk seperti kebanyakan orang di kantor. Siang harinya, ia memesan salad dan jus buah di kafe dekat kantor, sambil sedikit bangga karena telah memilih menu yang tampaknya lebih baik dari nasi padang. Malamnya, ia makan mi instan sambil menonton berita, lalu menutup harinya dengan satu kaleng minuman soda dingin yang tersisa di kulkas. Ia mengira pola makannya sudah jauh lebih baik daripada kebiasaannya lima tahun lalu.

Tapi kenyataan tidak selalu sejalan dengan niat baik. Dalam tiga bulan terakhir, berat badan Pak Roni naik hampir lima kilogram. Hasil laboratorium terakhir menunjukkan kadar trigliseridnya tinggi, kadar gula darah puasa mulai mendekati batas atas, dan lingkar perutnya bertambah hampir empat sentimeter. Ia terkejut karena merasa tidak mengonsumsi makanan manis dalam jumlah banyak. Ia jarang makan permen, tidak suka kue, dan sudah tidak lagi minum teh manis. Namun yang ia tidak sadari adalah bahwa gula tidak hanya datang dari rasa manis yang mencolok. Gula bisa menyelinap ke dalam makanan dan minuman yang tidak kita duga. Itulah yang disebut dengan gula tersembunyi.

Gula tersembunyi adalah jenis gula tambahan yang dimasukkan ke dalam produk makanan dan minuman olahan, namun tidak selalu terasa manis atau disebutkan secara gamblang di kemasannya. Ia bisa hadir dalam bentuk sirup jagung tinggi fruktosa, dekstrosa, maltosa, sukrosa, atau bahkan istilah-istilah seperti jus buah pekat, madu alami, atau ekstrak tebu. Semua itu pada dasarnya tetaplah gula, meski dikemas dengan istilah yang terdengar sehat.

Di Indonesia, sebagian besar masyarakat belum terbiasa membaca label gizi secara teliti. Padahal, banyak produk makanan sehari-hari yang mengandung gula tambahan melebihi batas aman harian yang direkomendasikan. Menurut WHO, konsumsi gula tambahan sebaiknya tidak melebihi 10 persen dari total energi harian, atau sekitar 50 gram per hari untuk orang dewasa dengan kebutuhan kalori 2000 kalori. Idealnya, malah diturunkan hingga 25 gram agar manfaat kesehatannya lebih optimal. Tapi dalam satu botol minuman soda ukuran 600 mililiter saja, kandungan gulanya bisa mencapai 40 sampai 50 gram. Itu belum termasuk yang terkandung dalam makanan pokok sehari-hari.

Salah satu sumber gula tersembunyi terbesar adalah minuman. Banyak orang merasa lebih sehat dengan memilih jus buah dibanding soda, tapi mereka tidak menyadari bahwa sebagian besar jus kemasan mengandung gula tambahan. Bahkan jus segar sekalipun, jika menggunakan sirup gula atau susu kental manis sebagai campuran, bisa membuat kadar gula per sajian menjadi sangat tinggi. Teh dalam kemasan, kopi susu kekinian, minuman boba, hingga susu UHT untuk anak-anak semuanya mengandung gula tambahan yang cukup tinggi. Bahkan air mineral rasa buah yang terlihat “ringan” di rak minimarket sering kali menyimpan 10 sampai 15 gram gula per botol.

Makanan kemasan pun tidak kalah mengejutkan. Saus tomat, saus sambal, kecap manis, roti tawar, sereal sarapan, yogurt, dan bahkan camilan gurih seperti keripik bisa mengandung gula sebagai penambah cita rasa. Dalam banyak produk, gula digunakan bukan hanya untuk rasa manis, tapi juga sebagai penguat rasa, pengawet alami, dan penyeimbang keasaman. Inilah mengapa orang yang merasa tidak pernah makan manis pun bisa tetap kelebihan gula dalam sehari.

Banyak kasus prediabetes dan obesitas di kota besar yang sebenarnya bisa dicegah jika masyarakat menyadari sumber-sumber gula tersembunyi dalam makanan mereka. Anak-anak usia sekolah dasar kini terbiasa minum teh manis atau susu kemasan setiap hari. Iklan di televisi dan media sosial pun sering menggambarkan produk makanan sebagai “sehat” hanya karena mengandung vitamin, padahal kandungan gulanya bisa tiga kali lipat dari yang seharusnya. Di warung-warung sekolah, minuman berwarna mencolok, permen jeli, dan roti isi krim dijual bebas dan dikonsumsi rutin. Hal-hal ini perlahan membentuk kebiasaan yang sulit diubah ketika anak tumbuh dewasa.

Tantangan terbesar dalam mengurangi konsumsi gula tersembunyi adalah minimnya kesadaran dan informasi. Konsumen sering kali tidak tahu bahwa ada perbedaan antara gula alami dan gula tambahan. Gula alami, seperti yang terdapat dalam buah segar atau susu, hadir secara alami bersama serat dan nutrisi lain yang membantu metabolisme tubuh. Sementara gula tambahan adalah hasil olahan yang ditambahkan untuk alasan rasa atau tekstur, dan biasanya hadir tanpa nilai gizi yang berarti. Masalahnya menjadi lebih rumit ketika produk mencampurkan keduanya dan tidak mencantumkan informasi dengan jelas.

Untuk mengenali keberadaan gula tersembunyi, langkah pertama yang paling mudah adalah membaca label komposisi. Jika dalam tiga bahan pertama terdapat kata “gula”, “sirup glukosa”, “dekstrosa”, atau “fruktosa”, maka kemungkinan besar kandungan gulanya cukup tinggi. Langkah berikutnya adalah melihat angka pada kolom gula total dalam informasi nilai gizi. Perlu diperhatikan bahwa beberapa produsen memecah kandungan gula dengan berbagai istilah agar tidak tampak tinggi di satu titik saja. Misalnya, mereka menuliskan madu, sirup jagung, dan gula tebu sebagai tiga bahan berbeda, padahal semuanya memberikan kontribusi pada kadar gula keseluruhan.

Pak Roni akhirnya menyadari kesalahan kecil yang ia ulang setiap hari. Kopi susunya mengandung tiga sendok teh gula. Roti tawar yang ia kira hambar, ternyata mengandung gula agar teksturnya lembut. Jus buah siangnya dibuat dari konsentrat yang sudah ditambah gula. Mi instan malam hari dilengkapi saus yang mengandung dekstrosa. Dan minuman sodanya, tentu saja, menyumbang puncak dari konsumsi hariannya. Ia tidak pernah merasa makan manis secara langsung, tapi jika dijumlahkan, konsumsi gulanya bisa mencapai lebih dari 70 gram per hari.

Langkah perbaikan ia mulai dari yang sederhana. Ia mengganti kopi susunya dengan kopi hitam tanpa gula. Roti tawar diganti dengan nasi merah dalam porsi kecil. Ia memilih buah utuh daripada jus, dan mulai membaca label makanan sebelum membeli. Dalam tiga bulan, berat badannya turun dua kilogram, dan hasil labnya mulai membaik. Yang terpenting, ia merasa lebih segar dan tidak mudah lelah di sore hari.

Bahaya gula tersembunyi bukan hanya soal angka di timbangan. Konsumsi gula berlebih secara terus-menerus dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, gangguan metabolik, bahkan beberapa jenis kanker. Di sisi lain, gula juga dapat memengaruhi suasana hati, menyebabkan kelelahan setelah lonjakan energi, serta berkontribusi terhadap penuaan sel dan peradangan kronis. Semua ini bukan terjadi dalam seminggu, tapi perlahan, setiap hari, dari kebiasaan kecil yang kita anggap tidak berbahaya.

Menurunkan konsumsi gula bukan berarti menghilangkan rasa manis sepenuhnya. Ini soal kesadaran, pilihan, dan kebiasaan. Mengganti minuman manis dengan air putih atau infused water, memilih camilan buah segar dibanding kue kering, serta membatasi makanan kemasan hanya untuk sesekali adalah langkah yang realistis dan efektif. Pemerintah pun kini mulai memperketat aturan pencantuman label gizi dan menggencarkan kampanye GERMAS untuk mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak.

Kesadaran ini perlu dibangun sejak dini, dimulai dari rumah. Anak-anak perlu dikenalkan pada rasa alami buah dan makanan segar, bukan hanya rasa manis buatan dari kemasan. Sekolah dan lingkungan juga bisa berperan dalam menyediakan pilihan makanan sehat. Dan kita sebagai orang dewasa, bisa mulai dari langkah kecil, seperti membaca label, menghitung asupan, dan bertanya lebih kritis sebelum membeli.

Pak Roni kini sudah terbiasa hidup tanpa terlalu banyak gula. Ia tetap menikmati makanan, tetap sesekali makan es krim bersama cucunya, tapi ia tahu batasnya. Ia belajar dari kesalahan, bukan karena takut, tapi karena ingin hidup lebih lama dan lebih sehat. Gula memang menyenangkan, tapi terlalu banyak bisa mengundang masalah. Dan masalah terbesar adalah saat kita bahkan tidak sadar sedang mengonsumsinya.

Itulah sebabnya, mengenali di mana gula tersembunyi adalah langkah penting menuju hidup yang lebih baik. Karena tidak semua yang manis terlihat manis, dan tidak semua yang tampak sehat benar-benar aman.


Discover more from drBagus.com

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply