Fatty Liver: Hati Berlemak Tanpa Disadari

Fatty Liver: Hati Berlemak Tanpa Disadari

Fatty liver, atau dalam istilah medis disebut Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD), adalah salah satu penyakit dalam yang sering kali datang tanpa gejala. Banyak orang tidak menyadari bahwa hatinya menyimpan lemak berlebih sampai akhirnya terdeteksi secara tidak sengaja saat pemeriksaan USG atau tes darah rutin. Padahal, jika tidak ditangani dengan benar, kondisi ini bisa berkembang menjadi kerusakan hati serius, bahkan sirosis.

Di masyarakat, kita lebih sering mendengar penyakit hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan. Namun fatty liver jenis non-alkoholik kini menjadi perhatian serius karena jumlah penderitanya terus meningkat, terutama di negara-negara dengan gaya hidup urban dan pola makan tinggi kalori. Data dari World Gastroenterology Organisation (WGO) menyebutkan bahwa sekitar 25% populasi dunia saat ini diperkirakan mengalami NAFLD, dan prevalensinya terus naik seiring dengan meningkatnya angka obesitas dan sindrom metabolik.

Untuk memahami penyakit ini, kita perlu mengenal terlebih dahulu apa itu NAFLD. Secara sederhana, NAFLD adalah penumpukan lemak di sel-sel hati yang tidak disebabkan oleh konsumsi alkohol. Lemak ini bisa mencapai lebih dari 5–10% dari berat total hati. Dalam kondisi ringan, hati masih dapat berfungsi normal. Tapi jika dibiarkan, bisa berkembang menjadi Non-Alcoholic Steatohepatitis (NASH), yaitu peradangan hati yang disertai kerusakan sel hati. NASH kemudian bisa berlanjut menjadi fibrosis, sirosis, bahkan kanker hati.

Yang membuat penyakit ini berbahaya adalah sifatnya yang nyaris tanpa gejala. Banyak orang hidup dengan hati berlemak tanpa merasa sakit apa pun. Beberapa mungkin merasakan cepat lelah, nyeri tumpul di perut kanan atas, atau merasa perutnya lebih penuh, tapi keluhan itu sangat tidak khas. Dalam banyak kasus, NAFLD baru terdeteksi saat seseorang menjalani medical check-up, misalnya karena kadar enzim hati meningkat atau saat melakukan USG abdomen.

Salah satu contoh nyata adalah Pak Arman, 52 tahun, seorang manajer keuangan yang rutin melakukan medical check-up setiap tahun. Ia tidak memiliki keluhan berarti, hanya merasa sedikit mudah lelah akhir-akhir ini. Saat hasil laboratorium keluar, ditemukan kadar SGPT dan SGOT yang di atas normal. USG menunjukkan ada penumpukan lemak di hati. Ia terkejut karena merasa sehat-sehat saja dan tidak pernah minum alkohol. Tapi ia memang memiliki riwayat hipertensi, perut agak buncit, dan baru-baru ini didiagnosis prediabetes. Kombinasi inilah yang menunjukkan ia mengalami sindrom metabolik dan berisiko tinggi terhadap NAFLD.

Sindrom metabolik adalah kumpulan kondisi yang terdiri dari tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, kelebihan lemak di perut, kadar trigliserida tinggi, dan kadar kolesterol HDL rendah. Jika seseorang memiliki tiga atau lebih dari kondisi tersebut, maka ia dikategorikan mengalami sindrom metabolik. Penelitian dari The Lancet Diabetes & Endocrinology (2018) menyebutkan bahwa NAFLD kini dianggap sebagai manifestasi hati dari sindrom metabolik.

Artinya, hati berlemak tidak berdiri sendiri. Ia adalah bagian dari rangkaian gangguan metabolisme yang diam-diam bekerja dalam tubuh kita. Pola makan tinggi gula, makanan olahan, konsumsi karbohidrat sederhana berlebihan, dan kurangnya aktivitas fisik adalah akar masalah utamanya. Gaya hidup modern—bekerja di balik meja, camilan manis, kopi susu setiap sore, dan minim olahraga—membentuk kombinasi sempurna untuk terjadinya NAFLD.

Yang mengejutkan, bahkan orang yang tidak gemuk secara kasat mata bisa terkena fatty liver. Kondisi ini disebut sebagai “lean NAFLD,” yang banyak ditemukan di Asia. Orang-orang dengan indeks massa tubuh (IMT) normal tapi memiliki lemak viseral tinggi dan resistensi insulin juga rentan. Jadi, kurus bukan berarti bebas risiko.

Penanganan NAFLD sampai saat ini belum memiliki obat khusus yang disetujui secara luas. Terapi utama tetap pada perubahan gaya hidup. Menurunkan berat badan sebesar 7–10% dari berat tubuh awal terbukti dapat mengurangi kadar lemak di hati dan memperbaiki fungsi hati. Pola makan mediterania, yang kaya akan sayur, buah, kacang-kacangan, minyak zaitun, dan ikan, direkomendasikan dalam banyak panduan klinis. Menghindari gula tambahan, minuman manis, makanan tinggi lemak jenuh, dan tepung olahan juga menjadi langkah utama.

Aktivitas fisik tidak kalah penting. Tidak perlu langsung ke gym setiap hari, tapi aktivitas ringan seperti jalan kaki cepat selama 30 menit per hari sudah memberikan manfaat signifikan. Dalam studi yang diterbitkan di Hepatology (2020), olahraga teratur terbukti mampu menurunkan lemak hati bahkan tanpa penurunan berat badan yang besar.

Bu Rini, 48 tahun, adalah contohnya. Ia didiagnosis NAFLD saat ikut pemeriksaan rutin dari tempat kerjanya. Berat badannya memang agak naik, dan ia mengaku lebih sering makan makanan cepat saji karena kesibukan. Setelah berkonsultasi dengan dokter gizi, ia mulai mengganti sarapan dengan buah dan oatmeal, membatasi nasi putih, dan berjalan kaki setiap sore. Dalam waktu enam bulan, berat badannya turun lima kilogram dan kadar enzim hati membaik.

Penting juga untuk menekankan bahwa perubahan gaya hidup tidak hanya untuk sementara. Karena NAFLD adalah bagian dari gangguan metabolik kronis, maka perubahan perilaku harus bersifat jangka panjang. Ini bukan soal diet sesaat, tapi pola hidup baru yang dijalani dengan konsisten.

Pemeriksaan rutin menjadi kunci penting. Jika Anda berusia di atas 40 tahun, memiliki riwayat obesitas, diabetes, kolesterol tinggi, atau hipertensi, ada baiknya meminta pemeriksaan fungsi hati saat medical check-up. Tes darah untuk melihat SGOT, SGPT, GGT, dan USG abdomen bisa menjadi langkah awal deteksi dini.

Dalam jangka panjang, jika NAFLD berkembang menjadi NASH dan tidak ditangani, risiko komplikasi berat meningkat. Sirosis hati bisa menyebabkan gangguan pembekuan darah, pembesaran limpa, perut buncit karena cairan (asites), hingga muntah darah akibat varises esofagus. Komplikasi ini tentu membutuhkan penanganan khusus di rumah sakit dan bisa sangat membahayakan.

Namun jangan buru-buru panik. Sebagian besar kasus fatty liver masih berada di tahap ringan dan bisa dibalikkan jika diketahui sejak dini. Yang diperlukan adalah kesadaran dan komitmen. Mengetahui bahwa hati Anda sedang “menyimpan” lemak berlebih seharusnya menjadi motivasi untuk memulai perubahan.

Hati adalah organ yang luar biasa karena mampu meregenerasi dirinya. Bahkan setelah mengalami kerusakan, ia masih bisa pulih jika diberi kesempatan. Tapi tentu, hati juga punya batas. Jangan tunggu sampai ia menyerah baru kita peduli.

Fatty liver memang diam-diam, tapi bukan berarti tak bisa dilawan. Mulailah dari kebiasaan sederhana: perhatikan pola makan, kurangi makanan manis dan olahan, gerakkan tubuh setiap hari, tidur cukup, dan periksa kesehatan secara berkala. Dalam keheningan hati, ada tanda yang perlu didengar. Jangan abaikan sinyalnya.


Discover more from drBagus.com

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply