Ada satu momen yang sering dialami banyak orang ketika berjalan di tempat umum. Kerumunan terlihat biasa saja, suara langkah kaki terdengar berulang, tetapi tiba-tiba ada aroma menyengat yang menggantung di udara. Asap rokok muncul dari satu atau dua tangan yang sedang memegang batang tipis yang membara. Dalam beberapa detik, dada terasa berat, napas menjadi lebih pendek, dan tubuh seolah mengingatkan bahwa ada sesuatu yang tidak seharusnya masuk ke paru-paru. Banyak orang mengabaikan sensasi ini, mungkin karena sudah terbiasa, tetapi bagi sebagian lainnya rasa sesak itu nyata dan langsung terasa.
Fenomena ini bukan cerita satu dua orang. Di kota-kota besar, terutama di persimpangan, halte, lorong pusat perbelanjaan, bahkan trotoar sempit, asap rokok seringkali hadir tanpa diundang. Indonesia adalah salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia, terutama pada laki-laki. Riskesdas 2018 mencatat sekitar 24 persen penduduk usia 10 tahun ke atas adalah perokok saat ini, sedangkan laki-laki dewasa menembus angka lebih dari 60 persen. Survei Kesehatan Indonesia 2023 pun menunjukkan bahwa kebiasaan merokok masih berada di kisaran 26 sampai 27 persen dari populasi. Dengan angka sebesar itu, tidak mengherankan bila asap rokok hampir menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di ruang publik.
Namun ada sisi lain yang sering terlupakan. Rokok tidak hanya menciptakan masalah kesehatan bagi perokok dan orang di sekitarnya. Dampaknya jauh lebih luas, menyentuh aspek lingkungan, polusi udara, sampah plastik, hingga penggunaan air dan energi dalam jumlah besar. Tulisan ini mencoba merangkum berbagai fakta tersebut sambil mengaitkannya dengan pengalaman personal banyak orang yang merasa sesak ketika melewati kerumunan perokok.
Ketika seseorang merasakan sesak saat melewati kerumunan yang sedang merokok, reaksi itu bukan sesuatu yang berlebihan. Asap rokok membawa ribuan senyawa kimia yang bekerja cepat pada tubuh manusia. Partikel halus seperti PM2.5 masuk jauh ke dalam alveoli dan memicu iritasi di saluran napas. Formaldehid dan benzena memberikan rangsangan langsung pada mukosa. Nikotin pun meningkatkan respons sistem saraf sehingga dada terasa lebih tegang. Pada sebagian orang, reaksi ini muncul hampir seketika. Saluran napas menyempit sebagai bentuk perlindungan otomatis tubuh, sesuatu yang dalam dunia medis dikenal sebagai refleks bronkokonstriksi.
Kerumunan memperparah keadaan. Udara yang seharusnya berganti dengan cepat terjebak oleh kepadatan tubuh. Asap tidak hilang ke angkasa tetapi berkumpul di ketinggian pernapasan. Kondisi ini membuat konsentrasi partikel berbahaya meningkat. Pada orang yang memiliki sensitivitas lebih tinggi, bisa karena alergi, rinitis, atau riwayat asma ringan, sesak menjadi lebih nyata. Bahkan orang tanpa masalah pernapasan pun bisa merasakannya, karena tubuh tidak terbiasa dengan zat iritan dalam kadar pekat seperti itu.
Reaksi ini sering kali dianggap sepele. Orang mungkin berkata bahwa itu hanya ketidaknyamanan sementara. Tetapi bila ditelusuri, sensasi sesak itu muncul karena tubuh bereaksi terhadap polutan berbahaya. WHO menegaskan bahwa tidak ada batas aman untuk paparan asap rokok bagi non-perokok. Artinya, setiap paparan, sekecil apa pun, berpotensi menimbulkan dampak kesehatan. Jika satu individu merasa tidak nyaman, itu merupakan sinyal dari tubuh yang seharusnya dihargai, bukan diabaikan.
Namun persoalannya jauh melampaui kerumunan di jalanan. Rokok telah lama menjadi bagian dari isu kesehatan masyarakat di Indonesia, tetapi kini semakin banyak diskusi yang mengaitkannya dengan perubahan lingkungan. Industri tembakau global memberikan beban berat pada ekosistem dunia. Setiap batang rokok yang terbentuk melibatkan proses panjang dari hulu ke hilir. Di balik satu hisapan, ada lahan yang ditebang, air yang digunakan, energi yang dibakar, serta sampah yang bertahan bertahun-tahun.
FAO dan WHO melaporkan bahwa lebih dari 600 juta pohon ditebang setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan industri tembakau, terutama untuk proses pengeringan daun tembakau. Pada beberapa negara, termasuk yang berada di Asia Tenggara, budidaya tembakau telah memicu deforestasi dalam skala yang tidak kecil. Hilangnya vegetasi memperburuk erosi tanah dan mengurangi kemampuan ekosistem menyerap karbon. Kondisi ini menghadirkan pertanyaan besar. Berapa banyak kerusakan lingkungan yang sebenarnya tersembunyi di balik satu bungkus rokok?
Dampak berikutnya datang dari proses manufaktur. Produksi rokok menghasilkan sekitar 84 juta ton emisi karbon setiap tahun. Angka ini setara dengan emisi dari ribuan penerbangan jarak jauh. Pabrik tembakau menggunakan listrik dan bahan bakar dalam jumlah besar, sementara distribusi globalnya melibatkan rantai pasok yang panjang. Ketika seseorang menyalakan sebatang rokok, jejak karbon yang ditinggalkan sebenarnya dimulai jauh sebelum api menyentuh ujungnya.
Masalah lain yang tidak kalah besar adalah sampah puntung rokok. Di pantai-pantai seluruh dunia, puntung rokok menjadi jenis sampah paling sering ditemukan. Filter rokok bukan kapas seperti yang sering disangka, tetapi selulosa asetat, sejenis plastik mikro yang memerlukan waktu 10 sampai 15 tahun untuk terurai. Ketika dibuang sembarangan, filter ini membawa nikotin, arsenik, dan logam berat yang bisa larut ke perairan. Satu puntung rokok cukup untuk mencemari satu liter air hingga membahayakan organisme akuatik. Fakta ini jarang dibicarakan, tetapi implikasinya serius, terutama di negara dengan sungai dan saluran air yang padat aktivitas manusia.
Pada era baru, muncul pula limbah elektronik dari vape dan rokok elektrik. Pod sekali pakai, cartridge berbahan logam, dan baterai lithium menambah jenis sampah yang memerlukan pengelolaan khusus. Banyak negara belum memiliki sistem daur ulang yang memadai untuk limbah kecil seperti ini. Hasilnya, limbah tersebut berakhir di tempat pembuangan terbuka, melepas zat kimia toksik yang bisa mencemari tanah dalam jangka panjang.
Berbagai fakta ini menunjukkan bahwa merokok tidak hanya berdampak pada tubuh perokok atau orang di sekitarnya, tetapi juga meninggalkan jejak ekologis yang jauh lebih luas. Ketergantungan manusia pada rokok juga memperpanjang rantai kerusakan lingkungan yang sulit dihentikan. Banyak negara telah melakukan berbagai upaya pengendalian tembakau, tetapi keberhasilan kebijakan bergantung pada banyak faktor seperti harga rokok, regulasi iklan, dan kesadaran masyarakat.
Namun kembali lagi pada pengalaman sehari-hari. Di tengah jalan kota, seseorang berjalan melewati kerumunan dan merasakan sesak. Momen itu tampak kecil, tetapi sebenarnya mencerminkan persoalan yang jauh lebih besar. Asap rokok yang dihirup beberapa detik itu membawa cerita panjang dari hutan yang ditebang, pabrik yang beroperasi tanpa henti, air yang tercemar, hingga plastik mikro yang terbawa arus sungai.
Ketika individu merasa tidak nyaman, tubuh sebenarnya sedang mengirimkan pesan. Napas yang menjadi lebih berat adalah bentuk komunikasi paling dasar dari sistem pernapasan yang sedang bereaksi. Di situ ada perlindungan alami yang bekerja. Reaksi semacam ini perlu dihargai, tidak hanya karena melindungi tubuh, tetapi juga mengingatkan bahwa sesuatu yang tampak sepele ternyata memiliki dampak lebih luas.
Dalam konteks kesehatan masyarakat, masalah seperti ini seharusnya memicu refleksi yang lebih besar. Apakah ruang publik kita sudah cukup aman untuk semua orang? Apakah regulasi kawasan tanpa rokok sudah berjalan dengan baik? Apakah masyarakat memahami bahwa asap rokok tidak berhenti pada perokoknya saja, tetapi ikut menempel pada pakaian, mengisi udara, dan masuk ke paru-paru orang lain? Apakah kita siap mengakui bahwa kerusakan lingkungan dan kesehatan sering berjalan bersama?
Jawaban atas pertanyaan ini tidak sederhana. Tetapi cerita tentang sesak napas di antara kerumunan memberikan pintu masuk yang baik untuk membicarakan isu yang lebih besar. Pengalaman personal sering menjadi titik awal perubahan, terutama ketika pengalaman itu terkait dengan sesuatu yang dirasakan langsung oleh tubuh.
Sebagai individu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Menghindari area yang padat asap mungkin terasa sederhana, tetapi sering kali efektif. Masker bisa membantu menyaring sebagian partikel. Latihan pernapasan setelah melewati area berasap pun dapat membantu merilekskan saluran napas. Tetapi langkah paling penting adalah menyadari bahwa tubuh Anda sedang merespons sesuatu yang tidak seharusnya ada dalam udara bersih.
Namun perubahan lingkungan dan kebijakan membutuhkan pendekatan kolektif. Kesadaran masyarakat penting, tetapi regulasi yang kuat dan penegakannya juga menentukan. Edukasi mengenai dampak lingkungan dari industri tembakau harus diperluas, tidak hanya mengenai bahaya merokok bagi kesehatan pribadi. Ketika masyarakat memahami bahwa sebatang rokok dapat mencemari air, merusak tanah, dan menghasilkan mikroplastik selama bertahun-tahun, persepsi tentang rokok dapat berubah secara perlahan.
Dunia kesehatan dan lingkungan kini bergerak ke arah pendekatan yang lebih terintegrasi yang disebuts ebagai one health. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Kualitas udara yang buruk berdampak langsung pada angka penyakit pernapasan. Sampah yang tidak terkelola dengan baik memengaruhi ekosistem yang pada akhirnya kembali memengaruhi manusia. Rokok berada tepat di tengah persilangan isu tersebut.
Cerita tentang seseorang yang merasakan sesak di tengah kerumunan bukanlah sekadar cerita pribadi. Itu adalah representasi kecil dari tantangan besar yang dihadapi masyarakat modern. Tantangan yang menggabungkan isu kesehatan, perilaku, kebijakan publik, dan keberlanjutan lingkungan. Setiap hembusan asap yang keluar dari sebatang rokok tidak hanya sampai pada hidung orang di sampingnya, tetapi juga pada sungai, laut, tanah, dan langit.
Dalam situasi seperti ini, ada baiknya kita melihat lebih dalam. Bukan hanya pada asap yang lewat, tetapi pada seluruh rantai dampak yang dibawanya. Tubuh mungkin merespons dalam bentuk sesak napas, tetapi bumi pun memberikan responsnya dalam bentuk hutan yang hilang, air yang tercemar, dan udara yang semakin berat.
Kesadaran seperti ini dapat menjadi dasar perubahan kecil yang dijalani sehari-hari. Jika perubahan itu terjadi pada banyak orang, dampaknya bisa sangat besar. Langkah kecil menuju udara yang lebih bersih adalah bagian dari upaya menjaga diri sendiri dan lingkungan tempat kita tinggal. Sebuah nilai sosial yang penting, yang dimulai dari satu napas yang terasa lebih berat di tengah kerumunan.
Discover more from drBagus.com
Subscribe to get the latest posts sent to your email.

